Perjanjian Dengan Setan


Di manapun manusia berada, setan selalu datang ke situ. Di masjid, di pasar, di kantor, atau dimana saja setan selalu berusaha menjerumuskan manusia. Karena itu setan harus selalu di waspadai oleh setiap manusia. Namun, manusia kadang lupa bahwa setan itu musuh bebuyutannya. Di antara manusia justeru malah banyak yang menjalin persahabatan dengan mereka.

Banyak pula yang minta bantuan setan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tentu saja bukan tanpa syarat. Setan selalu mau membantu manusia setelah ada perjanjian yang seringkali diingkarinya, sehingga manusia mendapat dua kerugian sekaligus, yaitu kerugian dunia dan akherat.

Orang-orang intelek, para politisi, ulama dan ahli ibadah pasti tidak akan mau menandatangi perjanjian musyrik. Setan tahu betul hal itu. Namun mereka telah hidup di muka bumi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun. Tentu punya banyak pengalaman dalam menghadapi manusia dengan kualitas unggul seperti itu. Maka, mereka menggunakan banyak cara. Dari cara yang paling kasar hingga yang paling halus.

Ketika menjanjikan sesuatu, setan akan tampil sebagai orang bijak, ulama, ahli ibadah dan sebagainya. Nah, berikut ini beberapa kisah perjanjian antara manusia yang sesungguhnya dapat dikatakan unggul dengan para setan. Harapan kami, mudah-mudahan kajian singkat ini dapat membuat kita lebih waspada terhadap tipu daya setan yang menyesatkan. Nah, selamat mengikuti…!

Mau Membebaskan Dari Hukuman

Tersebutlah seorang ahli ibadah bernama Barshisha. Dia tak pernah berbuat maksiat. Bahkan, dia adalah seorang mahaguru yang muridnya tidak kurang dari enam puluh ribu orang. Dia juga seorang yang berjiwa bersih dan perilakunya terpuji, sehingga malaikat pun memujinya.

Namun, Tuhan Maha Tahu apa yang tidak diketahui malaikat-Nya. Kepada malaikat, Allah SWT berfirman; “Jangan heran kepadanya, Aku mengetahui tentang sesuatu yang tidak kau ketahui. Sesungguhnya Barshisha yang dalam pandanganmu sekarang ini menjadi orang shaleh, tapi akan mati kafir karena mencoba-coba minum khamar.”

Pada suatu hari, Barshisha kedatangan tamu. Penampilannya menarik dan mengesankan orang baik-baik. Karena penasaran kepada tamu itu, Barshisha bertanya, “Siapa engkau dan apa keperluanmu?”

“Aku juga ahli ibadah sepertimu. Aku datang ke sini untuk menemanimu beribadah,” jawab sang tamu.

“Baiklah,” kata Barshisha setuju dengan maksud sang tamu.

Tamu itu beribadah selama tiga hari tiga malam, tanpa makan dan minum serta tidak tidur sama sekali. Melihat betapa zuhudnya sang tamu dalam beribadah, Barshisha pun merasa takjub.

“Aku setiap hari makan, minum dan tidur dengan rutin. Sedangkan engkau tidak. Padahal aku telah beribadah kepada Allah selama dua ratun tahun dan tak pernah berbuat dosa. Aku tak bisa menangis sepertimu ketika sholat.” Kata Barshisha merendah.

“Ibadah yang kulakukan benar-benar nikmat. Menghadap Allah dengan haus dan lapar serta menangis menyesali dosa,” kata sang tamu.

“Ya, mungkin benar. Tapi selama ini aku tak pernah bisa sholat dengan mencucurkan air mata seperti dirimu,” ujar Barshisha.

“Karena Anda tak pernah berdosa,” sang tamu menimpali. “Sedangkan aku, jika ingat akan dosa dan kesalahanku kepada Allah serta semua yang kulakukan, meskipun berdiri tujuh hari tujuh malam, tanpa makan dan minum, aku bisa tahanm,” tambahnya.

“Bagaimana agar aku dapat beribadah seperti dirimu?” Tanya Barshisha penasaran.

“Gampang. Lakukan perbuatan dosa. Dengan demikian, Tuan akan merasakan nikmatnya beribadah!” Jelas sang tamu.

“Dosa? Apa yang harus aku lakukan?”

“Bunuhlah seorang mukmin yang tak berdosa.”

“Bagaimana mungkin aku membunuhnya, padahal dia tak bersalah? Aku tak bisa.”

“Jika tak bisa, lakukan zina dengan perempuan yang punya suami.”

“Ini pun aku tak bisa!” Kata Barshisha.

“Jika membunuh dan berzina tak bisa tuan lakukan, maka lakukan dosa kecil saja. Pasti bisa.”

“Apa yang harus kulakukan?”

“Pergilah ke warung dan belilah khamar lalu minumlah sepuas-puasnya. Ini dosa yang tak seberapa karena tidak merugikan orang lain. Kemudian pulanglah dan bertaubat. Pasti Tuan akan merasakan nikmatnya ibadah,” jelas sang tamu.

“Benar juga katamu, kurasa hanya dengan minum khamar yang dosanya tidak seberapa itu aku bisa melakukannya,” kata Barshisha dengan mantap.

Akhirnya Barshisha pun pergi ke warung untuk membeli khamar. Kebetulan sekali, penjualannya seorang perempuan. Di warung itulah Barshisha menenggak arak. Belum habis satu botol, kepalanya terasa berat. Rupanya dia mabuk. Akal sehatnya hilang dan birahinya terangsang.

Dalam keadaan seperti itu, dia tak bisa mengendalikan diri. Akhirnya perempuan penunggu warung itu dia perkosa. Selang beberapa waktu, suami perempuan itu datang. Kontan suaminya marah besar karena tidak terima dengan perlakuan Barshisha. Lalu terjadilah perkelahian. Malang, suami pemilik warung itu terbunuh.

Ketika sadar dari mabuknya, Barshisha menyesal bukan main karena telah melakukan tiga dosa besar sekaligus, yaitu minum arak, berzina dan membunuh. Namun penyesalan tinggal penyesalan. Semua tak ada artinya. Karena hakim kota menangkap dan mengadilinya. Lalu hukuman pun dijatuhkan. Barshisha dicambuk seratus kali dan dihukum gantung untuk tindakan pembunuhan.

Ketika Barshisha berada di tiang gantungan, tiba-tiba tamu yang mengaku sebagai ahli ibadah itu muncul. Namun aneh, tak sedikit pun di wajahnya ada kesedihan sebagai teman, bahkan sorot matanya tampak mengejaknya.

“Barang siapa mengikuti kawan jahat inilah balasannya!” Katanya sambil tertawa.

“Siapakah engkau sebenarnya?” Tanya Barshisha geram.

“Aku Iblis. Kau tertipu Barshisha. Kini kau tinggal menuju ajal. Jika Tuhanmu mampu menolong, mintalah pada Tuhanmu. Tapi terlambat. Kau pasti mati ditiang gantungan.”

“Kau memang licik!”

“Aku memang licik. Tapi kali ini aku dapat menyelamatkan nyawamu. Ingat, hanya aku yang dapat menolongmu.”

“Benarkah kau?”

“Ya, tapi ada syaratnya.”

“Apa syaratnya?”

“Bersujudlah padaku.”

“Bagaimana mungkin, lihatlah aku diikat dan disalib seperti ini.”

“Cukup dengan isyarat. Katakanlah bawah tidak ada yang dapat menolongmu kecuali Iblis.”

Dalam keadaan kepepet seperti ini, Barshisha tak dapat berpikir sehat dan imannya pun lenyap. Dia sangat percaya pada janji Iblis. Demi menyelamatkan nyawa, dia mau mengikuti perintah Iblis. Ketika hatinya menyatakan iman kepada Iblis, hukuman mati dilaksanakan.

Iblis ternyata mengingkari janji. Dia tidak menyelamatkan Barshisha karena yang dia inginkan sebenarnya kemurtadan Barshisha. Akhirnya, Barshisha yang semula ahli ibadah itu mati dalam kekafiran.



Mau Menjatah Empat Dirham


Suatu ketika ada seorang manusia shaleh yang biasa dipanggil Sholihin pegi keluar rumah membawa sebuah kapak untuk menebang pohon yang suka dipuja-puja masyarakat sekitarnya.

Di tengah perjalanan dia bertemu dengan seorang tua yang melarangnya melakukan itu. Keduanya sama-sama bersitenggang. Yang satu ingin menebangnya dan yang satunya lagi melarang menebangnya. Karena masing-masing ngotot dengan pendiriannya maka terjadilah perkelahian.

Dalam perkelahian tersebut Sholihin menang. Sedangkan orang tua, musuhnya, lemah tak berdaya. Walaupun sudah tak berkutik, orang tersebut tetap melarang Sholihin menebang pohon itu.

Namun kali ini, dia berjanji akan memberi Sholihin uang empat dirham setiap hari jika Sholihin mengurungkan niatnya. Karena butuh uang, Sholihin pun setuju dengan perjanjian tersebut. Dia kembali pulang ke rumahnya dan membiarkan pohon keramat itu tetap dipuja orang.

Keesokan harinya, setelah shalat Sholihin menemukan uang empat dirham. Tanpa pikir panjang uang itu diambilnya. Tentu ini uang yang dijanjikan orang tua yang dia taklukkan, pikirnya.

Pada hari kedua dia menemukan lagi uang sejumlah empat dirham dibawah sajadah. Begitu pula pada hari ketiganya. Namun pada hari keempat, dia tidak menemukan lagi uang dibawah sajadanya. Tentu saja dia marah karena merasa dikhianati.

Hari itu juga, dia membawa kapaknya kembali hendak menebang pohon yang menjadi sumber kemusyrikan. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan orang yang telah mengingkarinya. Oang itu menghalangi langkah Sholihin.

Namun Sholihin yang merasa kecewat karena dibohongi tetap tidak menyurutkan niatnya hendak menebang pohon itu. Maka pertengkaran tak dapat terelakkan. Masing-masing ingin menundukkan satu sama lain.

Dalam pertengkaran itu, Sholihin dapat dikalahkan dengan mudah. Padahal dulu Sholihin sangat perkasa hingga dapat mengalahkan lawannya dengan cepat. Ini benar-benar membuat Sholihin heran.

“Mengapa kali ini aku kalah? Padahal dulu aku dengan mudah dapat membantingmu?” Tanya Sholihin pada lawannya.

“Perkelahian pertama kau menang karena hatimu masih suci, menebang pohon berhala hanya karena berbakti kepada Allah. Tapi kali ini kau kalah. Dan memang aku dengan mudah dapat mengalahkanmu. Mengapa?

Karena sekarang hatimu tak bersih lagi. Kau menebang pohon karena marah tak diberi uang.” Jawab orang tua yang tak lain adalah Iblis.



Tidak Akan Mencuri Lagi

Pada suatu hari, Abu Hurairah, salah seorang sahabat Nabi yang utama, mendapat tugas menjaga gudang temapt penyimpanan harta zakat bulan Ramadhan. Harta itu diambil dari orang-orang muslim yang punya kelebihan makanan untuk dibagikan kepada orang-orang yang berkekurangan.

Karena harta itu merupakan amanat, maka benar-benar harus dijaga jangan sampai jatuh pada orang yang tidak berhak menerimanya. Tiba-tiba pada tengah malam, ada seseorang menyelinap dan mengambil harta tersebut.

Dengan cepat, Abu Hurairah bergerak menangkap sang pencuri. Dia pegang erat-erat tangannya sehingga tak bisa lepas.

“Akan kulaporkan kau pada Rasulullah.” Kata Abu Hurairah.

“Aku sangat membutuhkan makanan ini untuk keluargaku. Sungguh aku sangat membutuhkannya.” Kata pencuri itu dengan suara memelas.

Karena merasa kasihan, Abu Hurairah melepaskan pencuri tersebut dan membiarkannya pergi. Dia tidak tega membawanya kehadapan Rasulullah. Pasti orang itu akan menanggung malu yang luar biasa. Jika ditanya oleh Rasulullah, pikirnya. Jadi lebih baik dia lepaskan saja.

Pada pagi harinya, ketka bertemu dengan Rasulullah, Abu Hurairah kaget karena Rasulullah tahu apa yang terjadi semalam. Rasulullah bertanya, “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan tawananmu tadi malam?”

“Begini ya Rasul, dia mengatakan bahwa dia dan keluarganya sangat membutuhkan makanan itu. Karena kasihan padanya, maka kulepaskan dia.” Jawab Abu Hurairah.

“Dia membohongi kamu dan akan kembali lagi.” Kata Rasulullah.

Karena mendapat penjelasan dari Rasul bahwa pencuri itu akan datang lagi pada malam berikutnya, maka Abu Hurairah berjaga-jaga dengan penuh waspada. Sedikit pun dia tak ingin kecolongan.

Ternyata benar, pencuri itu datang lagi dan mengambil bahan makanana. Abu Hurairah kembali menangkapnya.

“Akan kulaporkan kau pada Rasulullah.” Kata Abu Hurairah.

“Lepaskan aku. Sungguh aku sangat membutuhkan bahan makanan ini. Aku punya tanggungan keluarga. Sungguh aku tidak akan kembali lagi.” Kata sang pencuri.

Lagi-lagi Abu Hurairah merasa tak tega membawa orang itu kehadapan Rasulullah. Maka dia biarkan pencuri itu pergi agar tidak mendapat hukuman. Tapia pa kata Rasul pada pagi harinya ketika bertemu dengan Abu Hurairah?

Rasul bertanya seperti hari sebelumnya, “Apa yang dilakukan tawananmu tadi malam?”

Abu Hurairah menjawab bahwa kejadiannya seperti kemarin. Karena kasihan maka dia lepaskan walaupun sudah dipegang. Rasul pun memberi tahu bahwa pencuri itu akan datang lagi. Pada ketiga kalinya, Abu Hurairah berjaga-jaga lebih waspada lagi. Benar kata Rasul, pencuri itu datang lagi mengambil makanan. Maka Abu Hurairah menangkapnya.

“Sudah tiga kali kamu melakukan ini dan sudah tiga kali pula kamu berjanji tidak akan kembali, tapi ternyata kamu kembali dan kembali lagi.” Bentak Abu Hurairah.

“Maaf, lepaskan aku. Akan kuajari kamu bacaan-bacaan yang bermanfaat.” Kata si pencuri.

“Bacaan apa itu?” Abu Hurairah penasaran.

“Begini, kalau kamu mau tidur, bacaan ayat Qursyi (Allahu la illaha illa huwal hayyul qayyum) hingga akhir ayat, pasti kau dijaga Allah dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.”

Kemudian Abu Hurairah melepaskan pencuri tersebut. Pada pagi harinya, Rasulullah bertanya, “Apa yang dilakukan tawananmu tadi malam?”

“Ya Rasul, tadi malam dia mengajariku bacaan yang bermanfaat. Jad kulepaskan dia.”

“Bacaan apa itu?” Tanya Rasulullah.

“Kalau mau tidur, saya disuruh membaca ayat qursyi dari awal hingga akhir. Katanya saya akan dijaga Allah, dan syetan tidak akan berani mendekati hingga pagi hari.” Jelas Abu Hurairah.

“Kali ini dia benar. Namun tetap saja dia pendusta. Takukah kamu siapa yang bicara selama tiga malam itu?”

“Saya tidak tahu, ya Rasul.”

“Dia Setan!”



1 komentar: