Ritual Awet Muda

Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sejak dulu memang identik dengan dunia prostitusi. Tudingan miring tersebut ternyata bukan isapan jempol semata. Faktanya, memang demikian adanya. Dari berbagai catatan perdagangan perempuan di berbagai kota di Indonesia dan luar negeri yang berhasil dihimpun aparat kepolisian dan sejumlah LSM diketahui, bahwa Indramayu termasuk dalam urutan pertama sebagai daerah pemasok wanita yang siap dijadikan pemuas nafsu laki-laki hidung belang. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai pekerja seks komersial alias PSK.

Data tersebut semakin diperkuat dengan merebaknya tempat-tempat prostitusi yang ilegal atau legal, dari kelas kakap sampai kelas kambing, yang banyak bertebaran di hampir setiap sudut wilayah Indramayu. Sebut saja di Sukra, Karangampel, Haurgelis, Cangkingan, Anjatan, Legok, Sukahaji, Cilegeng Indah, Gantar, Kalimenir, Kandanghaur, Sliyeg, dan beberapa di wilayah Indramayu kota.

Di beberapa wilayah tersebut, prostitusi seakan sudah menjadi semacam tumpuhan harapan dari kesulitan ekonomi. Masyarakat sudah maffum, meski mayoritas dari mereka adalah penganut agama Islam yang terbilang taat. Rumah-rumah bedeng semi permanen yang dihuni puluhan wanita nakal lengkap dengan fasilitas esek-esek dibangun di samping masjid atau mushola merupakan pemandangan biasa yang tampak di wilayah ini. Satu contoh seperti di Desa Cangkingan, Kecamatan Karangampel.

Di daerah ini puluhan warung malam remang-remang bertebaran. Di depan warung yang rata-rata berukuran 3 x 5 meter itu, terpancang panggung kecil sebagai tempat berjoget dengan iringan musik dangdut dari tape recorder. Warung-warung ini juga memajang gadis-gadis belia berparas ayu, berusia 13 hingga 15 tahun. Sebagian besar di antara mereka masih duduk dibangku SLTP. Malah ada yang masih SD kelas VI.

Perawan-perawan cilik tersebut biasa disajikan untuk menemani minum bir para lelaki pengunjung warung, serta sesekali berjoget hingga larut malam. Meski usianya masih sangat belia, namun mereka amat mahir dalam merayu tamunya agar minum sampai teler, lalu memberikan tips dalam jumlah besar. Walau demikian, mereka selalu menolak setiap diajak ngamar.

Kabarnya, warung-warung malam di Desa Cangkingan inilah yang disebut sebagai tempat magang gadis Indramayu untuk dididik sebagai wanita penghibur profesional di kota-kota besar, bahkan hingga ke luar negeri.

Berbagai hasil penelitian menyebutkan, tingginya angka prostitusi dan perdagangan perempuan di Indramayu lebih disebabkan oleh faktor ekonomi. Sedang sebagian kecil lainnya karena terpengaruh tradisi kawin di usia muda, serta tingkat pendidikan yang masih rendah.

Menurut pengamat masyarakat Indramayu, Hasan Alkarim, cewek Indramayu terperosok ke dalam jurang pelacuran sudah sejak era 1960 silam. Pada waktu itu, keadaan Indramayu sedang dilanda paceklik. Ratusan hektar sawah gagal panen. Masyarakat yang sebelumnya sudah berharap dapat hasil melimpah ternyata harus gigit jari. Kekeringan dan kelaparan terjadi di mana-mana.

Kondisi yang buruk itu mengakibatkan banyak masyarakat Indramayu yang memilih hijrah ke Jakarta untuk mengadu nasib. Yang pria menjadi buruh kasar, sedangkan wanitanya memilih menjadi PSK, karena dianggap lebih mudah dan menguntungkan.

“Sesuai catatan sejarah seperti itu. Seandainya Indramayu tidak pernah dilanda paceklik mungkin ceritanya jadi lain,” kata Hasan kepada Misteri.

Selain faktor tersebut, di Indramayu juga mengenal sistem kawin di usia muda. Seakan sudah menjadi tradisi, setiap menjelang dan masa panen, kaum laki-laki muda bersiap-siap mencari pasangan. Pun demikian dengan kaum wanitanya. Keinginan itu ditunjang dengan penghasilan dari panen padi yang jika dirupiahkan angkanya mencapai miliaran, karena rata-rata penduduk Indramayu memang memiliki lahan sawah lebih dari satu hektar.

Tradisi mencari jodoh itu terus berkembang dari generasi ke generasi, hingga tak heran jika di daerah-daerah tertentu terdapat lokasi khusus untuk para pencari jodoh. Tempat tersebut biasa disebut orang Indramayu sebagai Pasar Jodoh. Di Pasar Jodoh inilah mereka tak hanya sekedar bertemu dan berkenalan, melainkan juga menghibur diri, karena Pasar Jodoh di Indramayu kondisinya mirip dengan pasar malam yang biasa nampak di daerah-daerah lain.

Dalam ajang Pasar Jodoh itu setiap pasangan yang sudah menemukan jodohnya masing-masing selalu mengikat janji untuk menikah, meski tanpa persiapan dan tentu saja tidak ada cinta dan kasih saying yang kuat. Akibatnya, sudah bisa diduga. Dalam beberapa waktu selanjutnya, angka perceraian pun akan terus membengkak.

“Nah, janda-janda inilah yang kemudian banyak terjun menjadi PSK,” ujar Hasan menegaskan.

***



Namanya bekerja sebagai pelacur, tentu tidak perlu persyaratan yang njlimet dan aneh-aneh. Cukup dengan modal wajah cantik, bodi mulus serta kenekadan yang tinggi. Hanya dengan itu duit dalam jumlah banyak akan mudah diraup dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pelacur-pelacur yang sudah berhasil ini, manakala pulang kampung biasa mengiming-imingi setiap wanita di kampungnya yang masih belum memiliki kekayaan cukup. Iming-iming itulah yang akhirnya menjadikan arus urbanisasi pelacur dari Indramayu terus bertambah. Karena, bekerja menjadi pelacur bisa mendatangkan uang cukup banyak dalam waktu yang tidak terlalu lama dan kerjanya juga ringan.

Pola pikir masyarakat Indramayu pun pada gilirannya berangsur-angsur menganggap prostitusi bukan lagi sesuatu yang tabu. Malah di beberapa daerah pelosok Indramayu, banyak orang tua yang justru merasa bangga jika anaknya memiliki wajah cantik, karena itu berarti aset yang bisa dijual. Tak heran jika banyak orang tua dari Indramayu justru mengantarkan sendiri anaknya ke Jakarta atau kota-kota lain untuk dijadikan PSK.

Pola pikir yang sudah mengesampingkan moral dan tatakrama itulah yang hingga kini dijadikan makanan empuk bagi para makelar wanita untuk lebih leluasa bergerilya mencari mangsa di Indramayu. Para pedagang perempuan itu berani mengikat orang tua yang punya gadis belia dengan panjar uang yang jumlahnya mencapai jutaan rupiah.

Teknik jemput bola yang diperagakan oleh kelompok mafia ini ternyata disambut baik oleh sebagian besar orang tua di Indramayu. Akibatnya, prostitusi dan perdagangan perempuan di wilayah ini seakan tak akan pernah bisa diberantas. Bahkan, aparat kepolisian dari Mapolres Indramayu yang sudah berkali-kali melakukan razia dengan sandi Operasi Pekat pun seakan tak mampu menekannya.

Memang, pelacuran di Indonesia sudah merebak sejak Tanam Paksa pada zaman penjajahan Belanda, ketika kapitalisme Eropa mulai berkembang. Tradisi Dewi Seks yang berkembang di Asia juga turut mempengaruhi, hingga tanpa satu hukum pun mampu menghentikannya. Kondisi ini dilandasi kepercayaan bahwa berhubungan seks dengan anak-anak perempuan usia muda, khususnya yang masih perawan, belum tersentuh laki-laki, akan membuat laki-laki menjadi awet muda, lebih kuat, malahan menyembuhkan penyakitnya.

Mitos seperti ini terus dihidup-hidupkan dengan berbagai cara oleh para trafficker, yakni orang-orang yang berada dalam mata rantai perdagangan manusia untuk kebutuhan seksual. Bagi mereka, para PSK, yang usianya merangkak tua, yang tertinggal adalah resiko penyakit dan keterasingan. Jika pamor tubuhnya mulai turun, para pekerja seks itu memilih menjadi istri kedua atau simpanan yang menikah di bawah tangan.

Di Desa Belibis, banyak perempuan mantan pekerja seks menjadi simpanan orang-orang Jakarta yang bukan tergolong kaya atau berpangkat. “Suami anak saya ini datangnya seminggu sekali,” kata Bu Tinah, 60 tahun, ibu dari Lisna, 30 tahun, perempuan dengan tiga anak. Ayah ketiga anak Lisna berbeda-beda karena acapkali suaminya tidak muncul lagi setelah anaknya lahir.

Kalau tidak menjadi isteri muda, mereka berganti peran menjadi bagian dari trafficker, mencari gadis-gadis dari berbagai kampung dan daerah-daerah pedesaan, mengiming-imingi mereka dengan kehidupan yang serba nyaman.

Dengan demikian, Teori Foucault, tokoh postmodernisme dari Perancis tentang keterkaitan kapitalisme dengan represi modern atas seksualitas mendapatkan pembenarannya. Sayangnya, ideologi kapitalisme yang berkembang di negara manapun tidak pernah memberikan kekayaan dan kemakmuran bagi para budak. Sebaliknya, para juragan terus mempertontonkan pola hidup konsumen tajir terhadap para budaknya tanpa diimbangi dengan pemberian fasilitas maupun upah yang memadai. Akibatnya, keinginan tidak sesuai dengan keadaan. Tingkat kriminalitas pun meningkat, termasuk wanita-wanita yang rela terjun menjadi pelacur.

Kondisi itu semakin parah jika usia semakin bertambah. Karena pada kondisi itu, aset tubuh yang biasa dijual sudah mulai mengalami penurunan. Tak heran, jika orangtua di Indramayu akan sangat memanfaatkan keadaan anak gadisnya yang masih belia untuk mendulang rupiah sebanyak mungkin. Prinsip aji mumpung ini kerap dibarengi pula dengan upaya-upaya mistik yang beresiko tinggi, seperti pesugihan.

Upaya-upaya mistik itu terkadang juga masih terus dipraktekkan meski usia anak gadisnya sudah lanjut dan pasarannya pun mulai anjlok. Salah satunya seperti yang saat ini banyak digunakan oleh para PSK yang tergolong Setengah Tuwir (STW), yaitu dengan melakukan apa yang disebut sebagai Ritual Luru Duit, atau dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai “mencari uang.”



MAKAN CICAK PUTIH

Banyak jalan menuju Roma. Pepatah tersebut dipegang teguh oleh para PSK di Indramayu. Artinya, banyak cara untuk bisa mendapatkan uang, meski kondisinya sudah tidak memungkinkan. Bagi para PSK yang sudah STW, tentu saja usia yang semakin lanjut menjadi warning yang tidak boleh dianggap remeh. Mereka harus sesegera mungkin mempersiapkan diri agar tidak terlindas atau terkalahkan oleh para PSK pendatang baru yang tentunya lebih muda, segar dan cantik.

Dari penelusuran Misteri, tak hanya para PSK muda Indramayu yang hingga kini gemar melakukan oleh spiritual untuk mendapatkan pelarisan. Para PSK STW pun ramai-ramai melakukan hal serupa. Salah satu oleh spiritual PSK STW yang dipercaya bisa membuat mereka awet muda dan tetap laris meski kulit sudah mulai keriput, ialah dengan rajin memakan cicak putih. Cara ini kedengarannya memang aneh, namun praktek seperti itu saat ini seakan sudah menjadi tradisi yang tidak bisa ditinggalkan. Hampir sebagian besar para PSK STW di Indramayu yang tidak ingin dirinya tergerus oleh zaman pasti melakukan hal ini.

Memakan cicak putih memang menjijikkan. Selain hewan melata itu tidak lazim dikonsumsi, bentuk serta pola hidupnya pun hampir mirip dengan binatang purba. Dan yang paling tidak memungkinkan, jumlah populasi cicak putih di Indonesia terbilang minim, sehingga sulit didapatkan. Bahkan, di Indramayu sendiri, untuk bisa mendapatkan cicak putih bukan perkara yang gampang. Perlu waktu yang cukup lama untuk bisa mendapatkan satu ekor saja.

Lantas, berapa dan bagaimana cicak putih itu dimakan?

Menurut kepercayaan para PSK STW yang entah didapatkan darimana, cicak putih yang harus dimakan agar mereka bisa awet muda adalah berjumlah sepuluh ekor dalam setiap minggunya. Ritual itu dilakukan selama sepuluh minggu atau dua bulan setengah. Jumlah itu boleh dimakan sekaligus dalam satu hari atau digilir secara rutin selama seminggu penuh.

“Yang jelas jumlahnya harus sepuluh ekor dan harus dimakan dalam waktu satu minggu. Kalau belum satu minggu cicak sudah habis semua, ya harus menunggu sampai minggu depan lagi. Tidak boleh langsung ditambah,” kata Ismiyati, 38 tahun, seorang PSK STW yang biasa mangkal di sekitar taman Wisata Pantai Tirtamaya, Karangampel.

Selama menjalani ritual itu, para pelakunya harus pula membarengi dengan membacakan beberapa amalan atau mantra khusus yang di kalangan orang Indramayu dikenal dengan sebutan Mantra Papaes. Mantra yang bunyinya sangat dirahasiakan dan hanya boleh disebarkan di kalangan para PSK STW itu jumlahnya terdiri dari empat bait, dan harus dibacakan pada setiap malam Selasa Legi selepas pukul dua belas malam, selama masa waktu dua setengah bulan ritual. Efek dari Mantra Papaes dipercaya akan memperkuat laku ritual fisiknya, yaitu makan cicak putih.

Ismiyati termasuk golongan PSK yang sudah senior dan kenyang makan asam garam dunia hitam tersebut. Bayangkan saja, dia sudah terjun menjadi PSK sejak masih berumur 15 tahun. Dia termasuk salah seorang korban perdagangan perempuan. Karena merasa langkah tersebut dianggap paling baik untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, hingga kini Ismiyati mengaku tidak akan banting stir, meski usianya sudah di ambang batas.

Apa tidak takut bakalan kalah bersaing dengan yang muda? “Makanya saya melakukan ritual ini karena saya takut. Kalau hasilnya sih boleh dicoba,” ujar Ismiyati dengan gayanya yang masih tetap genit. Mungkin mirip masa mudanya dulu.

Praktek yang sama juga dilakukan Zamilah, 33 tahun, PSK STW yang kerap menjajakan diri di pertigaan Celeng, Jatibarang. Sama halnya dengan Ismiyati, Zamilah juga sering melakukan hal serupa, yaitu rajin makan cicak putih. Cara serta waktunya pun tidak terlalu sulit. Cicak-cicak putih itu bisa dimakan kapan saja, tanpa ada aturan waktu yang baku. Zamilah juga terlihat bingung saat ditanya siapa yang pertamakali mengajarkan ilmu tersebut.

“Pokoknya dari dulu kepercayaannya sudah seperti ini. Kalau Mas tidak percaya, coba saja tanya seluruh PSK STW di Indramayu, jawabannya pasti sama. Mereka melakukan hal yang sama dengan saya. Tradisi yang saya lakukan ini sudah berlaku dari mulut ke mulut dan turun temurun,” ungkap Zamilah dengan nada meyakinkan.

Hanya saja, Zamilah sedikit mendalami tata cara dan makna dari memakan cicak putih. Menurutnya, cicak putih harus mulai rutin dimakan sejak memasuki usia 30 tahun. Di usia itu, beberapa organ vital wanita akan mengalami penurunan. Salah satu yang mudah dilihat adalah kulit muka yang mulai keriput. Keadaan itu lambat laun tidak bisa ditutupi meski sudah dilapisi dengan make-up merek terkenal sekalipun. Selain itu, yang terpenting adalah “rasa.” Rasa inilah yang menurut Zamilah akan mempengaruhi daya jualnya di mata para konsumen. Rasa yang dimaksud adalah pada saat berhubungan badan.

Konon, wanita berumur yang biasa memakan cicak putih rasanya akan lain dengan wanita yang sama sekali tidak melakukannya. Zamilah sudah berulangkali mencobanya. Dia kerap mendapatkan pujian dari para konsumennya. Tarifnya pun sampai kini masih terbilang tinggi, yaitu berada pada kisaran di atas Rp.100 ribu untuk sekali kencan. Tarif tersebut hampir sama dengan para PSK muda belia yang mangkal di wilayah Indramayu pelosok.

Diakui Zamilah, PSK STW yang banyak bertebaran di Blanakan, Subang, juga melakukan hal yang sama. Terbukti, pasaran mereka laku keras, bahkan bisa mengalahkan yang lebih muda. Banyak pula di antara mereka yang menjadi isteri simpanan para pejabat dan pengusaha.

“Masa sih Mas tidak tahu, lha wong bolak balik masuk TV. Yang nongol dari Blanakan kan mesti PSK STW. He…he…he…!” Ujarnya enteng, dengan tawanya yang centil.

Untuk mendapatkan cicak putih, baik Ismiyati maupun Zamilah harus mengeluarkan tenaga dan biaya ekstra, karena memang cukup sulit. Untuk itu, dia berani memasang tarif untuk satu ekor cicak putih itu seharga Rp. 20 ribu bagi siapa saja yang bisa menangkapnya. Orang-orang tersebut sengaja dia suruh agar berkelana ke berbagai daerah untuk mendapatkan makhluk langka tersebut. Bahkan, harga tersebut masih akan bertambah, jika cicak yang didapatkan ukuran tubuhnya lebih besar.

Cicak-cicak tersebut tentu saja tidak dimakan langsung, melainkan terlebih dahulu digoreng atau dimasak. Tidak takut ketahuan orang atau keluarga?

“Wah, di sini sudah biasa, Mas. Hal seperti itu wajar-wajar saja. Namanya juga usaha,” ujar Zamilah.

Efek yang didapatkan setelah memakan cicak putih tersebut, menurut pengakuan beberapa PSK STW, mereka merasakan seperti muda kembali. Sugesti yang didapatkan sangat besar. Hal itu tentu berefek pada pola dan gaya bercinta mereka. Dan, yang tak kalah pentingnya adalah alat kelamin mereka konon terasa lebih rapat dan legit. Keadaan itulah yang kabarnya membuat para pelanggan akan terus ketagihan sampai kapan pun.



DARAH GORENG

Selain makan cicak putih, para PSK STW di Indramayu yang sedang menjalani ritual Mantra Papaes juga harus memakan darah goreng. Darah yang digoreng tersebut berasal dari darah hewan seperti kambing, sapi, ayam, kuda, dan kerbau. Darah yang digoreng itu berasal dari darah bekas penyembelihan. Setelah darah itu berhasil dikumpulkan, terlebih dahulu dibekukan dengan cara disimpan di dalam kulkas selama sehari semalam. Selanjutnya, darah gumpalan yang sudah mengeras itu dipotong-potong dengan ukuran sesuai selera.

Setelah dipotong lalu dibumbui sesuka hati pula. Selanjutnya, potongan darah beku itu digoreng. Orang Indramayu biasa menyebut makanan tersebut dengan nama Marus. Hobi memakan marus di kalangan PSK STW dipercaya bisa mendatangkan kekuatan seks yang luar biasa. Siapapun yang memakannya dapat perkasa di atas ranjang laksana kuda betina, sehingga berhadapan dengan laki-laki manapun pasti akan dibuat bertekuk lutut.

Para PSK STW di Indramayu menurut pengakuan beberapa di antaranya, tak pernah lupa melakukan ritual yang satu ini. Memakan darah goreng ini merupakan pelengkap yang harus dilakukan selain memakan cicak putih. Waktunya pun diusahakan berada di antara waktu makan cicak putih. Jadi, kalau bisa setelah memakan cicak putih dilanjutkan dengan memakan darah goreng.

Namun, memakan darah goreng ternyata tidak sembarang PSK STW bisa melakukannya. Karena biasanya, pasti akan muntah. Nah, agar tidak muntah sebaiknya sebelum melaksanakan ritual ini, terlebih dahulu puasa selama tiga hari. Dan pada hari terakhir dengan cara mutih alias hanya memakan nasi putih saja.

“Kalau tahapan itu sudah bisa dilalui, memakan dua benda menjijikkan itu akan berubah menjadi kebiasaan. Dan, rasanya pun pasti enak,” kata Lilis, 39 tahun, PSK STW lainnya.

Selain dua cara tadi, seluruh tahapan ritual tersebut biasanya diakhiri dengan cara minum dan mandi air keramat dari Gunung Kromong yang terletak di Bongas, daerah yang sebagian masuk wilayah Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Gunung tersebut dipercaya memiliki air keramat yang sangat luar biasa ampuh. Air dari sumber mata air yang tak pernah habis sejak dulu meski di musim kemarau itu juga dijadikan pengairan puluhan hektar sawah di wilayah Indramayu.

Masyarakat dari berbagai daerah di Indramayu setiap tahunnya selalu berdatangan ke Gunung Kromong untuk menimba air keramat. Mereka selalu membawa jerigen dan wadah lainnya. Mereka sering berebut dengan para PSK yang juga sama-sama mencari berkah dari air tersebut. Konon, air dari Gunung Kromong jika digunakan untuk minum atau mandi bisa memberikan arura awet muda. Dan, jika digunakan untuk mengairi sawah, meski jumlahnya terbatas, dipercaya sawah tersebut akan menghasilkan panen yang melimpah ruah.



1 komentar:

  1. lebay, posting usang yg dikopas dari admin germo yg butuh legalisasi wilayah penghasil pelacur. Intelektualisme kosong, perlu dibanned dan cobalah berimbang.

    BalasHapus